ANALISIS CERPEN HARIAN KOMPAS “KARTU
POS DARI SURGA” KARYA AGUS NOOR DENGAN STRUKTURALISME SEMIOTIK, INTRINSIK,
DAN GENETIK
Oleh
Fitra Youpika
A. ANALISIS BERDASARKAN STRUKTUR INTRINSIK
Unsur
intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga
mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb. Pendekatan
kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri. Menurut
Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur- unsur
intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Tema
Tema adalah
makna sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara
yang sederhana.
Tema bersinonim dengan ide utama dan tujuan utama. Tema merupakan aspek utama
yang sejarah dengan makna dalam kehidupan manusia, sesuatu yang dijadikan
pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007: 36).
Dalam cerpen Kartu Pos dari Surga ini temanya adalah TENTANG KEJUJURAN
Alur
Alur
atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu
hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton dalam Nurgiyantoro,
1995:113). alur dalam cerpen ini adalah alur CAMPURAN.
Tokoh/penokohan:
“Penokohan
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita” (Jones dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:165).
a.
Beningnya :
polos, cerdas.
b.
Marwan : menutupi
kejujuran dengan kebohongan karena takut membuat
sedih anaknya yang masih kecil
c.
Ren :
baik, kreatif.
d.
Sari :
baik.
e.
Ita :
pemberi saran yang kurang baik yaitu menyuruh seorang ayah
menutupi kejujuran pada anaknya.
Latar
Latar
atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 216).
1) TEMPAT:
Halaman rumah, di dalam rumah, kamar, dan di
kantor
2) WAKTU
Peristiwa
dalam cerpen “Kartu Pos dari Surga” terjadi di kalangan masyarakat yang cukup
modern. Karena pada cerpen dikatakan bahwa sudah ada HP pada saat itu.
Sudut Pandang
Sudut
pandang dalam karya fiksi mempersoalkan : Siapa yang menceritakan atau dari
posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Pengertian sudut
pandang adalah pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara
sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Sudut pandang
dapat disamakan artinya dan bahkan dapat memperjelas dengan istilah pusat
pengisahan. Dalam cerpen
ini sudut pandangnya adalah Persona Ketiga: “dia”
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan pengarang
dalan cerpen ini adalah gaya BAHASA KIAS/SIMBOL:
(1) Kartu pos dari surga, (2) Beningnya, (3) Seperti
capung melintas halaman,(4) Mulutnya langsung kaku, (5) Sahabat pena, 6) Mata
beningnya berkaca-kaca, (7) Cahaya yang terang keperakan, (8) Hawa dingin bagai
merembes dari dinding, (9) Bau wangi yang ganjil mengambang dan cahaya itu
makin menggenangi lantai, dan (10) Sepotong kain serupa kartu pos.
Keterangan:
Data dari analisis Intrinsik di atas
terlampir (pada lampiran 2).
B. ANALISIS BERDASARKAN STRUKTURAL SOSIAL GENETIK
Strukturalisme genetik muncul
sebagai reaksi atas “strukturalisme murni” yang mengabaikan latar belakang
sejarah dan latar belakang sastra lain (Endaswara, 2008:55). Strukturalisme
genetik memasukkan faktor genetik dalam memahami karya sastra. Genetik artinya
asal-usul karya sastra. Adapun faktor yang terkait dengan asal usul karya
sastra tersebut adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengondisikan
karya sastra saat diciptakan (Pradopo dkk, 2001: 60-61).
Berdasarkan analisis
strukturalisme genetik, proses awal kemunculan cerpen ini berangkat dari
peristiwa jatuhnya pesawat Adam Air di perairan Majene, 1 Januri 2007. Bermacam
ide cerita bermunculan, kira-kira tentang tragedi para penumpang yang kena
kecelakaan pesawat.
Pengarang menemukan
titik pijak buat cerpen ini, ketika para penumpang Adam Air diberitakan tak ada
yang ditemukan. Hal inilah yang merupakan awal dari mana pengarangakan mengolah
kisah. Tiadanya mayat yang ditemukan itu juga menjadi sesuatu yang penting,
bila kita mengingat tradisi ziarah kubur. Bagaimana mungkin kita bisa melakukan
ziarah kubur, kalau yang mati tak ada kuburnya? Maka, kisah ini dibuat seseorang
yang bingung atau berduka karena tak tahu bagaimana menjelaskan sebuah
kematian. Siapa yang menjelaskan, dan pada siapa? Sehingga, munculah tokoh anak
kecil. Menjelaskan kematian pada anak kecil, sudah tentu tak mudah. Apalagi
ketika tak ada mayat, tak ada prosesi pemakaman. Itulah yang kemudian mulai
menempel pada benak pengarang, seperti kemudian muncul dalam cerpen itu:
Tapi bagaimanakah
menjelaskan kematian pada anak seusianya? Rasanya akan lebih mudah bila jenazah
Ren terbaring di rumah…
Mengapa si anak
merindukan ibunya (yang mendadak tak pulang ke rumah)? Mesti ada ikatan khusus,
atau hubungan batin tertentu, yang membuat si anak benar-benar merasa
kehilangan. Atau, kehadiran si ibu selalu menjadi sesuatu yang penting bagi si
anak, hingga ketika ia tak ada, si anak merasa benar-benar kehilangan. Munculah
sosok ibu dalam cerpen yang ingin pengarangtulis adalah seseorang wanita yang
selalu bepergian naik pesawat, jauh ke banyak negeri. Ada sesuatu yang khusus
yang mewakili ibu itu, bila ia bepergian berhari-hari atau berbulan-bulan,
sesuatu yang menandai kehadirannya buat si anak. Mungkin ia selalu membawakan
oleh-oleh bila singgah di satu kota. Kalau oleh-oleh itu semacam mainan atau
boneka itu sudah biasa maka pengarang membuat Kartu Pos supaya kelihatan unik. Setiap
bepergian, setiap singgah di suatu tempat, si ibu itu selalu mengirim kartu pos
buat anaknya! Kartu pos itu menjadi susuatu yang khusus, yang selalu dinanti
oleh anaknya.
Pengarang membuat alur
cerita yang flashdisk karena dalam cerita ini menggunakan kartu pos dan itu
merupakan kebiasaan zaman dahulu bukan zaman sekarang, padahal kejadian yang
ingin diceritakan adalah zaman sekarang yang sudah modern. Maka, pengarang
memasukkan cerita sewaktu Ren masih kecil yang sering dikirimi oleh orang
tuanya kartu pos.
Pengarang membuat
ending dalam cerita ini membuat pembaca berimajinasi, jangan-jangan Ren pergi
meninggalkan Beningnya bukan karena mati, tetapi karena pergi dengan laki-laki
lain, seperti yang pengarangisyaratkan dalam adegan ini:
“Bilang saja Mamanya pergi…” kata Ita, teman sekantor,
saat Marwan makan siang bersama.
Marwan masih ngantuk, karena baru tidur menjelang jam
lima pagi, setelah Beningnya pulas, “Bagaimana kalau ia malah terus bertanya,
kapan pulangnya?”
“Ya sudah, kamu jelaskan saja pelan-pelan yang
sebenarnya.”
Itulah. Ia selalu merasa bingung, dari mana mesti
memulainya? Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat ke
sebelah. Beberapa rekan sekantornya terlihat tengah memandang mejanya dengan
mata penuh gosip. Pasti mereka menduga ia dan Ita…
Kalau
kita membaca cerita dari awal, tadinya menyangka kisah ini adalah tentang
perselingkuhan. Namun, pengarang membuat ending
yang magis. Hal ini dikarenakan, ending
yang magis bisa menjadi ledakan yang membebaskan imajinasi dan spiritual
pembaca, semacam pengalaman estetis ketika membaca cerpen itu.
C. ANALISIS DENGAN STRUKTURALISME SEMIOTIK
Cepren kartu
pos dari surga karya Agus Noor merupakan
cerpen yang menggunakan banyak kata yang bermakna tidak sebenarnya atau kiasan.
Cerpen ini akan dianalisis dengan telaah semiotik sastra, karena di dalam
cerpen ini banyak menggunakan simbol-simbol yang mengibaratkan sesuatu agar
cerpen ini terasa lebih menarik.
Menurut Pradopo (2007) bahwa dalam menganalisis karya sastra dengan pendekatan
semiotik, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari (diburu), yaitu
berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam pengertian
luasnya). Selain itu, menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir (2011) dalam bukunya
bahwa semiotik ini merupkan salah satu bagian dari studi bahasa yaitu
linguistik dan karya sastra. Sedangkan menurut Pradopo (2001: 96) untuk memberi
makna secara semiotik dapat dilakukan dengan pembacaan secara heuristik dan hermeneutik.
1. Analisis Aspek Verbal/Bahasa
Dalam cerpen
ini pengarang menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti oleh para
pembaca. Bahasa yang digunakannya tidak kaku atau terlalu bebas, jadi cerpen
ini bisa dinikmati kalangan manapun.
2. Analisis cerpen berdaskan strukturalisme semiotik.
Berdasarkan teori di atas dari cerpen Kartu Pos dari Syurga karya Agus Noor
adalah sebagai berikut:
- Dari judulnya “Kartu Pos dari Surga” ini memiliki simbol suatu kabar dari alam lain lewat sebuah kartu pos dengan tanda-tandanya, yaitu kartu pos itu terbuat dari kain kafan dan pinggirannya coklat terbakar agar terlihat seperti motif.
- Beningnya, nama anak ini menandakan bahwa sang anak masih kecil dan tak berdosa, bening artinya tanpa noda sedikitpun.
- Seperi capung melintas halaman, menandakan Beningnya berlari tanpa melihat sekeliling apa ada penghalang atau tidak.
- Mulutnya langsung kaku, mengartikan bibirnya tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun.
- Sahabat pena, adalah pertemanan yang terjali hanya lewat sebuah tulisan yang saling dikirim antar satu dengan yang lainnya. Bisa dikatakan pula sebagai teman yang maya, karena sosoknya tidak lagsung berjumpa.
- Mata beningnya berkaca-kaca, maksud dari kalimat ini adalah mata beningnya mengeluarkan air mata. Berkaca-kaca sama artinya dengan menangis.
- Ada cahaya terang keluar dari celah pintu yang bukan cahaya lampu.
- Cahaya yang terang keperakan. Cahaya disini bukan cahaya biasa namun memberikan tanda bahwa cahaya ini pengantar suatu pesan. Pengarang ingin memberikan tanda bahwa ada sesuatu keganjilan yang terjadi seperti yang sudah biasa terjadi jika ada cahaya yang temaram dan bukan cahaya lampu itu menandakan bahwa sesuatu yang gaib datang.
- Hawa dingin bagai merembes dari dinding. Ini juga pertanda yang sama dengan yang sebelumnya. Situasi atau keadaan seperti ini menandakan sedang ada keganjilan yang berhubungan denga alam gaib. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi yang bersangkut paut dengan alam gaib.
- Bau wangi yang ganjil mengambang dan cahaya itu makin menggenangi lantai. Di sini diceritakan seperti ini untuk menguatkan persepsi awal tentang hadirnya keganjilan (hal aneh).
- Sepotong kain Serupa Kartu Pos. Di sini pengarang kembali pada awal atau judulnya. Pengarang memberi tanda untuk mengartikan maksud dari judul dan kalimat terakhirnya berkaitan dan memiliki arti yang sama namun berbeda fungsi. Pada kalimat di akhir memperkuat persepsi atas judul dengan cerita-cerita pada bagian klimak cerita dengan menggunkan tanda-tanda tadi yang telah disampaikan.
D.
KESIMPULAN
Berdasarkan
analisis strukturalisme intrinsik bahwa tema dalam cerpen Kartu
Pos dari Syurga karya Agus Noor adalah tentang kejujuran
dan menggunakan alur sorot balik
dalam penceritaannya. Latar tempat yang ada dalam cerita tersebut adalah di
depan rumah, di kamar Marwan, di depan kamar beningnya, dan di ruang kantor.
Tokoh tokoh dalam cerita itu Marwan, Beningnya, Ren, Bik
Sari, dan Ita. Sedangkan sudut pandang yang dipakai adalah sudut pandang orang ketiga. Pesan yang ingin disampaikan adalah
supaya orang-orang jujur terhadap siapapun walaupun kepada anak kita sendiri
yang masih dikira belum cukup umur untuk mengetahuinya, karena jika disimpan
lebih lama bisa-bisa jadi tambah menyakitkan.
Analisis
strukturalisme genetik merupakan analisis berdasarkan asal-usul karya sastra
diciptakan yang berhubungan erat dengan pengarang dan lingkungan sosial yang
mendukung terciptanya karya sastra tersebut. Berdasarkan analisis
strukturalisme genetik cerpen Kartu Pos dari Surga karya Agus Noor tercipta
atas dasar terjadinya pristiwa jatuhnya pesawat Adam Air di perairan Majene, 1
Januari 2007. Di mana pada peristiwa itu semua penumpang meninggal dunia dan
tak ditemukan jenazahnya. Hal ini yang berhubungan erat dengan kehidupan sosial
masyarakat Indonesia, di mana kalau orang yang telah meninggal dimakamkan dan
menjadi tempat berziarah bagi keluarganya.
Sedangkan
berdasarkan analisis strukturalisme semiotik dalam menganalisis suatu karya
sastra menyajikan tanda-tanda yang dimuat melalui makna bahasa yang digunakan.
Dari hasil analisis dan kajian terhadap Cerpen Kartu Pos dari Syurga karya Agus
Noor, dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: simbol Sebagai
perlambang hal-hal yang muncul di dalam cerpen ini. Simbol-simbol yang ada
dalam cerpen ini banyak sekali dan meskipun banyaknya simbol tersebut bukan
berati bahwa karakter Agus Noor dalam menulis di semua karangannya adalah
banyak memakai simbol. Akan tetapi khusus di cerpen ini Agus Noor banyak
memberikan simbol-simbol, yang menjadikan cerpen ini menjadi lebih bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Endaswara,
Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian
Sastar; Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Medie
Pressindo.
Muhadjir, Noeng. 2011. Filsafat
Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Axiologi, First Order, Second Order & Third Order of Logics, dan Mixing Paradigms
Implementasi Methodologik. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Noor, Agus. 2009. Kartu Pos dari Surga :20 Cerpen Indonesia Terbaik 2009:PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurgiyantoro,
Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Pradopo,
Rachmat. Dkk. 2001. Metodologi Penelitian
Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya.
---------------------.
2007. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
Lampiran
LAMPIRAN 1
Diambil dari Kumpulan Cerpen Kompas
Arsip Cerita Pendek Kompas Minggu
Kartu Pos dari Surga
Karya
Agus Noor
Mobil jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya langsung
meloncat menghambur. “Hati-hati!” teriak supir. Tapi gadis kecil itu malah
mempercepat larinya. Seperti capung ia melintas halaman. Ia ingin segera
membuka kotak pos itu. Pasti kartu pos dari Mama telah tiba. Di kelas, tadi, ia
sudah sibuk membayang-bayangkan: bergambar apakah kartu pos Mama kali ini?
Hingga Bu Guru menegurnya karena terus-terusan melamun.
Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. Ia melongok,
barangkali kartu pos itu terselip di dalamnya. Tapi memang tak ada. Apa Mama
begitu sibuk hingga lupa mengirim kartu pos? Mungkin Bi Sari sudah
mengambilnya! Beningnya pun segera berlari berteriak, “Biiikkk…, Bibiiikkk….”
Ia nyaris kepleset dan menabrak pintu. Bik Sari yang sedang mengepel sampai
kaget melihat Beningnya terengah-engah begitu.
“Ada apa, Non?”
“Kartu posnya udah diambil Bibik, ya?”
Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari
merasa mulutnya langsung kaku. Ia harus menjawab apa? Bik Sari bisa melihat
mata kecil yang bening itu seketika meredup, seakan sudah menebak, karna ia
terus diam saja. Sungguh, ia selalu tak tahan melihat mata yang kecewa itu.
Marwan hanya diam ketika Bik Sari cerita kejadian siang tadi. “Sekarang,
setiap pulang, Beningnya selalu nanya kartu pos…” suara pembantunya terdengar
serba salah. “Saya ndak tahu mesti jawab apa…” Memang, tak gampang menjelaskan
semuanya pada anak itu. Ia masih belum genap enam tahun. Marwan sendiri selalu
berusaha menghindari jawaban langsung bila anaknya bertanya, “Kok kartu pos
Mama belum datang ya, Pa?”
“Mungkin Pak Posnya lagi sakit. Jadi belum sempet ngater
kemari…”
Lalu ia mengelus lembut anaknya. Ia tak menyangka, betapa soal
kartu pos ini akan membuatnya mesti mengarang-ngarang jawaban.
Pekerjaan Ren membuatnya sering bepergian. Kadang bisa sebulan
tak pulang. Dari kota-kota yang disinggahi, ia selalu mengirimkan kartu pos
buat Beningnya. Marwan kadang meledek istrinya, “Hari gini masih pake kartu
pos?” Karna Ren sebenarnya bisa telepon atau kirim SMS. Meski baru play group,
Beningnya sudah pegang hape. Sekolahnya memang mengharuskan setiap murid punya
hand phone agar bisa dicek sewaktu-waktu, terutama saat bubaran sekolah, untuk
berjaga-jaga kalau ada penculikan.
“Kau memang tak pernah merasakan bagaimana bahagianya dapat
kartu pos…”
Marwan tak lagi menggoda bila Ren sudah menjawab seperti itu.
Sepanjang hidupnya, Marwan tak pernah menerima kartu pos. Bahkan, rasanya, ia
pun jarang dapat surat pos yang membuatnya bahagia. Saat SMP, banyak temannya
yang punya sahabat pena, yang dikenal lewat rubrik majalah. Mereka akan
berteriak senang bila menerima surat balasan atau kartu pos, dan memamerkannya
dengan membacanya keras-keras. Karena iri, Marwan pernah diam-diam menulis
surat untuk dirinya sendiri, lantas mengeposkannya. Ia pun berusaha tampak
gembira ketika surat yang dikirimkannya sendiri itu ia terima.
Ren sejak kanak sering menerima kiriman kartu pos dari Ayahnya
yang pelaut. “Setiap kali menerima kartu pos darinya, aku selalu merasa Ayahku
muncul dari negeri-negeri yang jauh. Negeri yang gambarnya ada dalam kartu pos
itu…” ujar Ren. Marwan ingat, bagaimana Ren bercerita, dengan suara penuh
kenangan, “Aku selalu mengeluarkan semua kartu pos itu, setiap Ayah pulang.”
Ren kecil duduk di pangkuan, sementara Ayahnya berkisah keindahan kota-kota
pada kartu pos yang mereka pandangi. “Itulah saat-saat menyenangkan dan
membanggakan punya Ayah pelaut.” Ren merawat kartu pos itu seperti merawat
kenangan. “Mungkin aku memang jadul. Aku hanya ingin Beningnya punya
kebahagiaan yang aku rasakan…”
Tak ingin berbantahan, Marwan diam. Meski tetap saja ia merasa
aneh, dan yang lucu: pernah suatu kali Ren sudah pulang, tetapi kartu pos yang
dikirimkannya dari kota yang disinggahi baru sampai tiga hari kemudian!
Ketukan di pintu membuat Marwan bangkit dan ia mendapati
Beningnya berdiri sayu menenteng kotak kayu. Itu kotak kayu pemberian Ren.
Kotak kayu yang dulu juga dipakai Ren menyimpan kartu pos dari Ayahnya. Marwan
melirik jam dinding kamarnya. Pukul 11.20.
“Enggak bisa tidur, ya? Mo tidur di kamar Papa?”
Marwan menggandeng anaknya masuk.
“Besok Papa bisa anter Beningnya enggak?” tiba-tiba anaknya
bertanya.
“Nganter ke mana? Pizza Hut?”
Beningnya menggeleng.
“Ke mana?”
“Ke rumah Pak Pos…”
Marwan merasakan sesuatu mendesir di dadanya.
“Kalu emang Pak Posnya sakit biar besok Beningnya aja yang ke
rumahnya, ngambil kartu pos dari Mama.”
Marwan hanya diam, bahkan ketika anaknya mulai mengeluarkan
setumpuk kartu pos dari kotak itu. Ia mencoba menarik perhatian Beningnya
dengan memutar DVD Pokoyo, kartun kesukaannya. Tapi Beningnya terus sibuk
memandangi gambar-gambar kartu pos itu. Sudut kota tua. Siluet menara dengan
burung-burung melintas langit jernih. Sepeda yang berjajar di tepian kanal.
Pagoda kuning keemasan. Deretan kafe payung warna sepia. Dermaga dengan deretan
yacht tertambat. Air mancur dan patung bocah bersayap. Gambar pada dinding goa.
Bukit karang yang menjulang. Semua itu menjadi tampak lebih indah dalam kartu
pos. Rasanya, ia kini mulai dapat memahami, kenapa seorang pengarang bisa
begitu terobsesi pada senja dan ingin memotongnya menjadi kartu pos buat
pacarnya.
Andai ada Ren, pasti akan dikisahkannya gambar-gambar di kartu
pos itu hingga Beningnya tertidur. Ah, bagaimanakah ia mesti menjelaskan
semuanya pada bocah itu?
“Bilang saja Mamanya pergi…” kata Ita, teman sekantor, saat
Marwan makan siang bersama. Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang
jam lima pagi, setelah Beningnya pulas,
“Bagaimana kalau ia malah terus bertanya, kapan pulangnya?”
“Ya sudah, kamu jelaskan saja pelan-pelan yang sebenarnya.”
Itulah. Ia selalu merasa bingung, dari mana mesti memulainya?
Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat ke sebelah.
Beberapa rekan sekantornya terlihat tengah memandang mejanya dengan mata penuh
gosip. Pasti mereka menduga ia dan Ita….
“Atau kamu bisa saja tulis kartu pos buat dia. Seolah-olah itu
dari Ren….”
Marwan tersenyum. Merasa lucu karena ingat kisah masa lalunya.
Mobil jemputan belum lagi berhenti ketika Marwan melihat
Beningnya meloncat turun. Marwan mendengar teriakan sopir yang menyuruh
hati-hati, tetapi bocah itu telah melesat menuju kotak pos di pagar rumah.
Marwan tersenyum. Ia sengaja tak masuk kantor untuk melihat Beningnya gembira
ketika mendapati kartu pos itu. Kartu pos yang diam-diam ia kirim. Dari jendela
ia bisa melihat anaknya memandangi kartu pos itu, seperti tercekat, kemudian
berlarian tergesa masuk rumah.
Marwan menyambut gembira ketika Beningnya menyodorkan kartu pos
itu.
“Wah, udah datang ya kartu posnya?”
Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca.
“Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu
pos itu. “Ini bukan tulisan Mama…”
Marwan tak berani menatap mata anaknya, ketika Beningnya terisak
dan berlari ke kamarnya. Bahkan membohongi anaknya saja ia tak bisa! Barangkali
memang harus berterus terang. Tapi bagaimanakah menjelaskan kematian pada anak
seusianya? Rasanya akan lebih mudah bila jenazah Ren terbaring di rumah. Ia
bisa membiarkan Beningnya melihat Mamanya terakhir kali. Membiarkannya ikut ke
pemakaman. Mungkin ia akan terus-terusan menangis karena merasakan kehilangan.
Tetapi rasanya jauh lebih mudah menenangkan Beningnya dari tangisnya ketimbang
harus menjelaskan bahwa pesawat Ren jatuh ke laut dan mayatnya tak pernah
ditemukan.
Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun. Dua belas
lewat, sekilas ia melihat jam kamarnya.
“Ada apa?” Marwan mendapati Bik Sari yang pucat.
“Beningnya…”
Bergegas Marwan mengikuti Bik Sari. Dan ia tercekat di depan
kamar anaknya. Ada cahaya terang keluar dari celah pintu yang bukan cahaya
lampu. Cahaya yang terang keperakan. Dan ia mendengar Beningnya yang cekikikan
riang, seperti tengah bercakap-cakap dengan seseorang. Hawa dingin bagai
merembes dari dinding. Bau wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin
menggenangi lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar.
“Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar yang
entah kenapa begitu sulit ia buka. Ia melihat ada asap lembut, serupa kabut,
keluar dari lubang kunci. Bau sangit membuatnya tersedak. Lebih keras dari bau
amoniak. Ia menduga terjadi kebakaran dan makin panik membayangkan api mulai
melahap kasur.
“Beningnya! Beningnya!” Bik Sari ikut berteriak memanggil.
“Buka Beningnya! Cepat buka!”
Entahlah berapa lama ia menggedor, ketika akhirnya cahaya
keperakan itu seketika lenyap dan pintu terbuka. Beningnya berdiri sambil
memegangi selimut. Segera Marwan menyambar mendekapnya. Ia melongok ke dalam
kamar, tak ada api, semua rapi. Hanya kartu pos-kartu pos yang berserakan.
“Tadi Mama datang,” pelan Beningnya bicara. “Kata Mama tukang
posnya emang sakit, jadi Mama mesti nganter kartu posnya sendiri….”
Beningnya mengulurkan tangan. Marwan mendapati sepotong kain
serupa kartu pos dipegangi anaknya. Marwan menerima dan mengamati kain itu.
Kain kafan yang tepiannya kecoklatan bagai bekas terbakar.
Singapura-Yogyakarta, 2008
LAMPIRAN 2
Data Analisis Tema, Alur, Penokohan, Latar, Sudut Pandang, dan Gaya Bahasa.
N
|
Identifikasi
|
Analisis
|
Deskripsi
|
Cuplikan
Cerpen
|
Penafsiran/
Ulasan
|
Kesimpulan
|
|
TEMA
|
…”
suara pembantunya terdengar serba salah. “Pengarangndak tahu mesti
jawab apa…” Memang, tak gampang menjelaskan semuanya pada anak itu. Ia masih
belum genap 6 tahun. Marwan sendiri selalu berusaha menghindari jawaban
langsung bila anaknya bertanya, “Kok kartu pos Mama belum datang ya, Pa?”
“Mungkin
Pak Posnya lagi sakit. Jadi belum sempet nganter ke mari…”
Lalu ia
mengelus lembut anaknya. Ia tak menyangka, betapa soal kartu pos ini akan
membuatnya mesti mengarang-ngarang jawaban.
|
Lewat
cerpen ini kita akan dihadapkan pada kenyataan, betapa berat mempertahankan
kejujuran. Betapa sulit mengajarkan kejujuran. Dan, betapa musykil menanamkan
kejujuran itu.
Selain
itu, Agus menunjukkan kepada kita, selaku pembaca, bagaimana menjadi Ayah
yang bijak. Ayah yang jujur.
Setiap
kebohongan pasti akan melahirkan kebohongan baru, demi menutupi kebohongan
sebelumnya. Sebenarnya, niat Marwan baik. Ingin membahagiakan anaknya. Namun,
cara yang dilakukannya salah.
Terbukti, Beningnya mengetahui bahwa kartu pos yang dia terima, keesokan harinya, bukan dari Mamanya. |
TEMA : SULITNYA MEMPERTAHANKAN KEJUJURAN
|
ALUR
|
Pengenalan: MOBIL
jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya langsung meloncat menghambur.
“Hati-hati!” teriak sopir. Tapi gadis kecil itu malah mempercepat
larinya...........
Flashback: .....
Pekerjaan Ren membuatnya sering bepergian. Kadang bisa sebulan tak pulang.
Dari kota-kota yang disinggahi, ia selalu mengirimkan kartu pos buat
Beningnya........
Konflik: Marwan
menyambut gembira ketika Beningnya menyodorkan kartu pos itu.
....“Wah,
udah datang ya kartu posnya?”
Marwan
melihat mata Beningnya berkaca-kaca.
“Ini
bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu pos itu. “Ini bukan
tulisan Mama…”....
Penyelesaian:
...“Tadi Mama datang,” pelan Beningnya bicara. “Kata
Mama tukang posnya emang sakit, jadi Mama mesti ngater kartu posnya sendiri…”
Beningnya
mengulurkan tangan. Marwan mendapati sepotong kain serupa kartu pos dipegangi
anaknya. Marwan menerima dan mengamati kain itu. Kain kafan yang tepiannya
kecoklatan bagai bekas terbakar.....
|
Cerita
ini dimulai dengan kedatangan seorang gadis kecil yang bernama Beningnya
dengan tergesa-gesa. Sesampainya di depan rumah, Beningnya mendapati kotak
pos yang kosong. Kemudian ia bertanya mengenai kartu pos kepada Sari yakni
pembantunya. Sari yang kebingungan tidak tahu harus menjawab apa. Malamnya,
Marwan yang tidak lain ayah dari Beningnya ditanya oleh Beningnya. Ia
bertanya mengenai kartu pos dari Mamanya. Dengan berbagai alasan, Marwan
menjawab pertanyaan tersebut. Seketika ia teringat istrinya yang suka
mengirimkan kartu pos kepada anaknya apabila ia sedang bekerja. Tiba-tiba
pintu terketuk dan membuat Marwan bangkit. Ternyata itu Beningnya yang
membawa kotak kayu pemberian mamanya untuk menyimpan kartu pos. Ia tidak bisa
tidur dan minta diantar ke rumah tukang pos. Marwan tiba-tiba berpikir,
bagaimana caranya ia untuk memberi tahukan bahwa sebenarnya mamanya sudah
meninggal dalam perjalanan. Keesokan harinya, Marwan menuliskan kartu pos
untuk anaknya. Ia berharap anaknya mengira kartu pos tersebut berasal dari
mamanya. Ternyata anaknya mengetahui bahwa kartu pos tersebut bukan tulisan
mamanya. Mata Beningnya berkaca-kaca. Cerita ini diakhiri dengan kemunculan
cahaya yang terang keperakan di kamar Beningnya dan ternyata cahaya tersebut
menjadi penanda sebagai kedatangan mama Beningnya ke hadapan anaknya
tersebut.
|
ALUR: FLASHBACK
|
TOKOH
|
T1: ...
MOBIL jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya langsung meloncat menghambur.
T2:... Bik Sari bisa melihat mata kecil yang
bening itu seketika meredup,...
T3: ...
MARWAN hanya diam ketika Bik Sari cerita kejadian siang tadi....
.... Ia
tak menyangka, betapa soal kartu pos ini akan membuatnya mesti
mengarang-ngarang jawaban.....
T4: ...
Ren sejak kanak sering menerima
kiriman kartu pos dari Ayahnya yang pelaut....
T5: ...
“Bilang saja Mamanya pergi…” kata Ita,...
|
Tokoh-tokoh
adalah :
a.
Beningnya : Merupakan tokoh utama dalam cerpen ini. Ia selalu menanti kartu
pos dari mamanya. Sifat dari tokoh ini cerdas. Hal tersebut terbukti ketika
Beningnya mendapatkan kartu pos, ia mengetahui bahwa kartu pos itu bukan
tulisan mamanya.
b.
Marwan : Merupakan tokoh yang berperan sebagai Ayah dari Beningnya. Tokoh ini
tidak ingin anaknya mengetahui keadaan Ibunya yang sebenarnya. Ia juga tidak
ingin anaknya terus bersedih. Pada cerpen, tokoh ini merasa kesulitan untuk
memberitahu kepada anaknya mengenai keadaan Ibunya yang sebenarnya. Tokoh ini
juga selalu berusaha untuk menghindari menjawab langsung pertanyaan dari
Beningnya. Hanya cara yang digunakan tokoh ini dalam menutupi kenyataan
kurang baik yaitu dengan memberikan kebohongan pada anaknya yang masih kecil.
c. Ren:
Merupakan tokoh yang berperan sebagai Ibu Beningnya. Tokoh ini ingin agar
anaknya merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang dirasakannya ketika ia
mendapat kartu pos dari ayahnya. Pekerjaan tokoh ini, membuatnya sering
berpergian jauh dan lama. Tokoh ini memiliki kegemaran mengirimkan kartu pos
dari daerah yang disinggahinya.
d.
Sari: Merupakan salah satu tokoh pembantu yang berperan sebagai pembantu
rumah Beningnya. Ia memiliki sifat yang baik hati dan tidak menginginkan anak
majikannya bersedih.
e. Ita
: Merupakan tokoh pembantu yang berperan sebagai teman kantor Marwan. Tokoh
ini memberikan saran kepada Marwan mengenai cara menyampaikan tentang keadaan
ibunya kepada sang anak.
|
a. Beningnya : polos, cerdas.
b. Marwan :
menutupi kejujuran dengan kebohongan karena takut
membuat sedih anaknya yang masih kecil.
c. Ren : baik,
kreatif.
d. Sari :
baik
e. Ita :
pemberi saran yang kurang baik yaitu menyuruh seorang ayah menutupi kejujuran
pada anaknya.
|
LATAR
|
...
MOBIL jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya
langsung meloncat menghambur. “Hati-hati!” teriak sopir. Tapi gadis kecil itu
malah mempercepat larinya. Seperti capung ia melintas halaman. Ia ingin
segera membuka kotak pos itu. Pasti kartu pos dari Mama telah tiba. Di kelas,
tadi, ia sudah sibuk membayang-bayangkan: bergambar apakah kartu pos Mama
kali ini? ...
... Ia
nyaris kepleset dan menabrak pintu...
...“Beningnya!
Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar yang entah kenapa begitu
sulit ia buka....
|
Latar
cerpen “Kartu Pos dari Surga”, baik latar tempat dan latar waktu, sangat
cocok dan mendukung tema. Latar tempat pada cerpen ini menggambarkan suatu
keadaan normal yang sudah biasa di kunjungi oleh kalangan masyarakat yaitu
sekolah dan rumah. Latar yang termasuk biasa ini cukup mendukung kejadian
dalam cerpen. Misalnya disaat Ibunya menampakan diri. Latar yang digunakan
yaitu kamar Beningnya. Latar yang seperti ini yang menyempurnakan cerita.
Karena para pembaca mengetahui bahwa kamar adalah tempat anak untuk bermain.
Sehingga penulis memunculkan kamar sebagai latar untuk kemunculan ibunya
tersebut. Latar yang pas dan tidak berlebihan ini membuat latar dalam cerpen
ini menjadi sangat cocok.
|
LATAR
TEMPAT:
· HALAMAN
· RUMAH
· KAMAR
WAKTU
Peristiwa dalam cerpen
“Kartu Pos dari Surga” terjadi di kalangan masyarakat yang cukup modern.
Karena pada cerpen dikatakan bahwa sudah ada HP pada saat itu.
|
SUDUT
PANDANG
|
...
MOBIL jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya
langsung meloncat menghambur. ...
...
MARWAN hanya diam ketika Bik Sari cerita kejadian siang
tadi....
|
Penyebutan nama tokoh
yang ditampilkan dalam cerpen merupakan gambaran penyudutpandangan dengan
menggunakan Sudut Pandang Persona Ketiga: “dia”
|
SUDUT PANDANG
Persona
Ketiga: “dia”
|
GAYA
BAHASA
|
...
MOBIL jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya
langsung meloncat menghambur. “Hati-hati!” teriak sopir. Tapi gadis kecil itu
malah mempercepat larinya. Seperti capung ia melintas halaman...
...
Terburu Marwan mengikuti Bik Sari. Dan ia tercekat di depan kamar anaknya.
Ada cahaya terang keluar dari celah pintu yang bukan cahaya lampu. Cahaya
yang terang keperakan. Dan ia mendengar Beningnya yang cekikikan riang,
seperti tengah bercakap-cakap dengan seseorang. Hawa dingin bagai merembes
dari dinding. Bau wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin
menggenangi lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar....
Beningnya
mengulurkan tangan. Marwan mendapati sepotong kain serupa kartu pos dipegangi
anaknya. Marwan menerima dan mengamati kain itu. Kain kafan yang tepiannya
kecoklatan bagai bekas terbakar.
|
Bahasa
yang digunakan dalam cerpen ini cukup mudah dimengerti. Kalimat-kalimat yang
digunakan adalah kalimat-kalimat sederhana dengan susunan yang baik.
Walaupun
demikian sebuah karya fiksi tak lepas dari gaya bahasa yang mengandung
makna-makna kias/konotatif begitupun dengan cerpen ini antara lain:
o Dari
segi judulnya “Kartu pos dari surga” ini memiliki simbol suatu kabar dari
alam lain lewat sebuah kartu pos dengan tanda-tandanya, yaitu kartu pos itu
terbuat dari kain kafan dan pinggirannya coklat terbakar agar terlihat
seperti motif.
o Beningnya,
nama anak ini menandakan bahwa sang anak masih kecil dan tak berdosa, bening
tanpa noda sedikitpun.
o Seperi
capung melintas halaman, menandakan beningnya berlari tanpa melihat
sekeliling apa ada penghalang atau tidak.
o Mulutnya
langsung kaku, mengartikan bibirnya tidak dapat mengeluarkan sepatah kata
pun.
o Sahabat
pena, adalah pertemanan yang terjali hanya lewat sebuah tulisan yang saling
dikirim antar satu dengan yang lainnya. Bisa dikatakan pula sebagai teman
yang maya, karena sosoknya tidak lagsung berjumpa.
o Mata
beningnya berkaca-kaca, maksud dari kalimat ini adalah mata beningnya
mengeluarkan air mata. Berkaca-kaca sama artinya dengan menangis.
o Ada
cahaya terang keluar dari celah pintu yang bukan cahaya lampu. Cahaya yang
terang keperakan. Cahaya disini bukan cahaya biasa namun memberikan tanda
bahwa cahaya ini pengantar suatu pesan. Pengarang ingin memberikan tanda
bahwa ada sesuatu keganjilan yang terjadi seperti yang sudah biasa terjadi
jika ada cahaya yang temaram dan bukan cahaya lampu itu menandakan bahwa
sesuatu yang gaib datang.
o Hawa
dingin bagai merembes dari dinding. Ini juga pertanda yang sama dengan yang
sebelumnya.situasi atau keadaan seperti ini menandakan sedang ada keganjilan
yang berhubungan denga alam gaib. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi yang
bersangkut paut dengan alam gaib.
o Bau
wangi yang ganjil mengambang Dan cahaya itu makin menggenangi lantai. Disini
diceritakan seperti ini untuk menguatkan persepsi awal tentang hadirnya
keganjilan.
o Ada
asap lembut, serupa kabut, keluar dari lubang kunci. Bau sengit membuat
tersedak. Lebih keras dari bau amoniak. Disini pengararang lebih mempertegas
lagi keadaan dan menguatkan makna dari symbol yang telah ada untuk agar
pembaca semakin mengerti apa maksud dari cerpen ini.
o Hanya
kartu pos-kartu pos yang berserakan. Menandakan seseorang telah datang dan
membuat keadaan seperti itu.
o Tadi
mama datang. Kalimat ini memberikan jawaban dari tanda sebelumnya tentang
kartu pos yang berserakan. Pengarang memberi tanda lalu memberikan jawaban
atas tanda itu. Fungsi kalimat ini member penguatan atas kalimat sebelumnya
o Sepotong
kain serupa kartu pos. Kain kafan yang tepiannya kecoklatan bagai bekas
terbakar. Disini pengarang kembali pada awal atau judulnya. Pengarang memberi
tanda untuk mengartikan maksud dari judul dan kalimat terakhirnya berkaitan
dan memiliki arti yang sama namun berbeda fungsi. Pada kalimat di akhir memperkuat
persepsi atas judul dengan cerita-cerita pada bagian klimak cerita dengan
menggunkan tanda-tanda tadi yang telah disampaikan.
|
GAYA
BAHASA
BAHASA
KIAS/SIMBOL:
ü Kartu
pos dari surge
ü Beningnya
ü Seperti
capung melintas halaman
ü Mulutnya
langsung kaku
ü Sahabat
pena
ü Mata
beningnya berkaca-kaca
ü Cahaya
yang terang keperakan
ü Hawa
dingin bagai merembes dari dinding
ü Bau
wangi yang ganjil mengambang Dan cahaya itu makin menggenangi lantai
ü Sepotong
kain serupa kartu pos
|
LAMPIRAN 3
Biografi Pengarang
Lahir di Tegal, Jawa Tengah, 26 Juni 1968. Alumni
Jurusan Pendidikan Teater Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Meskipun
berlatar belakang pendidikan teater, ia aktif menulis. Ia menyatakan bahwa
menulis baginya cara untuk menyelamatkan diri dari kegilaan. Dikenal sebagai
cerpenis, penulis prosa, dan lihai menulis naskah panggung dengan gaya parodi
dan terkadang satir. Monolog Matinya
Toekang Kritik adalah salah satu karyanya yang menertawakan keadaan
Indonesia. Bersama Ayu Utami, ia menulis naskah Sidang Susila untuk merefleksikan dan mengkritik Rancangan Undang
Undang Pornografi.
Selain menulis prosa, ia juga menulis cerpen. Karya
cerpennya dimuat dalam Antologi Ambang (1992), Pagelaran (1993), Lukisan
Matahari (1994). Sedangkan cerpen-cerpennya yang terhimpun dalam antologi
bersama, diantaranya Lampor (Cerpen Pilihan Kompas, 1994) dan Jl.
Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Kitab Cerpen Horison Sastra
Indonesia (Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002), Dari Pemburu
ke Tapuetik (Majelis Sastra Asia Tenggara dan Pusat Bahasa, 2005), dll.
Buku-buku kumpulan cerpennya yang sudah terbit antara
lain, Memorabilia (Yayasan untuk Indonesia, 1999), Bapak Presiden
yang Terhormat (Pustaka Pelajar, 2000), Selingkuh Itu Indah (Galang
Press, 2001), Rendezvous : Kisah Cinta yang Tak Setia (Galang Press,
2004) Potongan Cerita di Kartu Pos (Penerbit Buku Kompas, 2006). Sebungkus
Nasi dari Tuhan, Sepasang Mata Penari Telanjang, Matinya Toekang
Kritik (Lamalera, 2006) dan terakhir Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia (Bentang, 2010).
Beberapa kali meraih penghargaan sastra, diantaranya,
tahun 1991, memenangkan juara I penulisan cerpen pada Pekan Seni Mahasiswa
Nasional (PEKSIMINAS) I dan mendapat penghargaan sebagai cerpenis terbaik pada
Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) IV tahun 1992. Sementara pada tahun 1999,
tiga cerpennya, Keluarga Bahagia, Dzikir Sebutir Peluru dan Tak Ada Mawar di Jalan Raya mendapat Anugerah Cerpen Indonesia yang
diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta.
Penghargaan lain yang pernah ia raih yaitu karya
cerpennya yang berjudul Pemburu oleh
majalah sastra Horison, dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik yang pernah
terbit di majalah itu selama kurun waktu 1990-2000. Dan cerpen Piknik mendapat Anugerah Kebudayaan 2006
Departemen Seni dan Budaya .
Cerpenis yang pernah dimasukkan oleh Korie Layun
Rampan sebagai sastrawan angkatan 2000 ini, kini tengah menyunting buku
antologi Cerpen-cerpen Terbaik Indonesia, yang merangkum tentang penerbitan
cerpen dari Idrus hingga Seno Gumira Ajidarma.
sangat membantu saya dalam menganalisis intrinsik cerpen secara lebih detail lagi.
BalasHapusTerima kasih.😊
Terimakasih ini cukup membantu
BalasHapusAmanat nya ada gak?
BalasHapusGambling addiction is not a casino, but a gambling addict
BalasHapusMany are 강릉 출장안마 in an addiction to gambling, gambling on a scale 춘천 출장샵 that does not involve gambling 김포 출장샵 itself. 태백 출장안마 Even if you're an addict, 김천 출장안마