KETERAMPILAN MEMBACA DAN STUDI SASTRA
DALAM BAHASA ASING
Oleh
Fitra
Youpika
A. Pendahuluan
Keterampilan membaca
merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Membaca adalah suatu
kegiatan yang sangat penting dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan. Melalui
membaca seseorang akan bertambah pengetahuannya. Dengan kata lain, melalui
membaca seseorang akan banyak memeroleh informasi sesuai dengan apa yang
dibacanya, termasuk juga membaca karya sastra.
Mengutip pendapatnya
Taufiq Ismail, bahwa “tingkat kegemaran membaca di kalangan anak sekolah
Indonesia saat ini sudah menurun, khususnya membaca karya sastra”. Siswa-siswa
lebih senang nonton TV atau main game
daripada membaca karya-karya sastra. Padahal hal itu merupakan suatu hal yang
sangat penting. Taufiq Ismail mengatakan sekitar tahun 1995-an, saat pemerintahan
kolonial jumlah bacaan sastra anak sekolah di Indonesia sudah sebanding atau
setara dengan anak-anak sekolah di negara lain. Bahkan, mutu pembelajaran
bahasa dan sastra Algemeen Metddelbare
School (AMS) kita waktu itu setaraf dengan pembelajaran bahasa dan sastra
di SMA yang ada di Eropa, Amerika, dan Jepang saat ini. Hal itu merupakan hal
yang luar biasa (Ismail, 2013:2).
Dalam
dunia kesastraan seorang guru yang akan menyampaikan materi kesastraan
perlu memperhatikan kaitannya antara
hubungan kemampuan membaca dalam
bahasa asing dan pengajaran
sastra. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting karena sudah tidak terlalu diperhatikan dalam pengajaran
bahasa, sedangkan dalam praktiknya keduanya hubungan
yang sangat erat. Selain itu, dapat mempertimbangkan
pendekatan sastra pada prinsipnya dan menjadi kategori dasar yang mungkin
bermanfaat untuk guru dalam
rangka menghadapi kesulitan dalam pembelajaran sastra khususnya dalam kaitannya dengan sastra
dalam bahasa asing.
B. Keterampilan Membaca
Tarigan (2008:123)
mengatakan pada hakikatnya kegiatan membaca terdiri dari dua aspek yaitu ada isi
(content) dan bahasa (language). Keduanya merupakan satu
kesatuan yang utuh. Kemudian, keserasian diantara keduanya merupakan cerminan
dan keindahan suatu bahan bacaan.
Kaitannya dengan
kemampuan membaca, ada dua cakupan yang berbeda yaitu, membaca bahasa (asing)
atau (foreign) language reading dan membaca sastra (literary reading).
a. Membaca
bahasa (asing) atau (foreign) language reading.
Membaca bahasa ini memiliki dua
tujuan. Tujuan tersebut adalah pertama, untuk mengembangkan daya kata (increasing word power). Kedua, untuk
mengembangkan kosa kata (developing
vocabulary). Dimana setiap oroang pada umumnya memiliki dua jenis daya
kata. Satu digunakan dalam keterampilan berbicara dan menulis. Kemudian, yang
satunya lagi dipergunakan dalam keterampilan membaca dan menulis.
b. Membaca
sastra (literary reading)
Membaca sastra adalah membaca teks
atau naskah-naskah yang berkaitan dengan teks atau karya-karya yang berhungan
dengan kesastraan. Suatu karya sastra sangat berhubungan dengan keindahan
(estetik). Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan
antara keindahan bentuk dan keindahan isinya. Sehingga, dapat dikatakan suatu
karya sastra itu indah apabila bentuk dan isinya sama-sama indah. Kemudian, terdapat
keserasian dan keharmonisan dari keduanya.
C. Studi Sastra dalam Bahasa Asing
Studi sastra terditi
dari dua kata yaitu, studi dan sastra. Studi dapat diartikan sebagai kajian dan
sastra merupakan suatu kegiatan kreatif atau sebuah karya seni. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa studi sastra itu merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan proses penelitian dan penelaahan terhadap suatu karya,
dalam hal ini adalah karya sastra (Wellek dan Weren, 2014:3).
Perlu diketahuai bahwa
studi sastra berbeda dengan pendidikan atau pengajaran sastra. Seperti yang
dijelaskan di atas bahwa yang dikatakan suatu studi sastra adalah hal-hal yang
berhubungan dengan penelitian atau
penelaahan terhadap karya sastra, sedangkan pendidikan atau pembelajaran sastra
adalah lebih kepada proses apresiasi. Ismawati (2013:1) mengemukakan bahwa
apresiasi dapat dimaknai sebagai kegiatan menggauli, menggeluti, memahami, dan
menikmati suatu karya sastra. Secara spesifik tingkatan apresiasi tersebut
adalah kegiatan menggemari, menikmati, mereaksi, dan mereproduksi karya sastra.
D. Hubungan Kompetensi Sastra dengan Pedagogik
Harus jelas bahwa pengajaran sastra
tidak bisa hanya melibatkan keterampilan
membaca biasa. Hal ini pembaca untuk menjadi pembaca yang kompeten dan terbiasa
dengan sastra yang terkait dengan budaya tertentu. Penggunaan bahasa
membutuhkan pengakuan dari kepadatan kiasan bahwa manusia mampu dan bahwa
setiap eksploitasi bahasa. Jadi untuk pedagogi sastra menjadi, pengajaran harus
mampu mengembangkan kesadaran sastra yang tersirat dalam kemampuan peserta
didik untuk menggunakan bahasa dan peka untuk konvensi tradisi sastra. Untuk
mencoba ini dalam bahasa asing adalah menuntut tugas dibuat lebih sulit dalam
pengajaran sastra bahasa ibu.
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya
sebagai pendidik di sekolah perlu memiliki seperangkat ilmu tentang bagaimana
ia harus mendidik anak. Guru bukan hanya sekedar terampil dalam menyampaikan
bahan ajar, namun disamping itu ia juga harus mampu
mengembangkan pribadi anak, mengembangkan watak anak, dan mengembangkan serta mempertajam hati nurani anak. Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dalam mendidik anak, apa yang menjadi tujuan mendidik anak. Dalam hal ini yang berkaitan dengan kesastraan.
mengembangkan pribadi anak, mengembangkan watak anak, dan mengembangkan serta mempertajam hati nurani anak. Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dalam mendidik anak, apa yang menjadi tujuan mendidik anak. Dalam hal ini yang berkaitan dengan kesastraan.
E.
Hubungan Kompetensi Sastra dengan Membaca Tingkat
Lanjut
Membaca sastra tingkat lanjut
adalah pembacaan sastra yang memerlukan strategi membaca biasa. Membaca yang
mengeksploitasi persepsi sastra akan memerlukan pendekatan pedagogik yang
berbeda. Hal itu dikarenakan sastra bukanlah soal pemahaman dasar teks bahasa. Dalam
hal ini adalah makna dari teks yang penting untuk pembaca yang baik, bukan
kemampuannya untuk menerjemahkan atau memahami persis seperti yang ada dalm
teks.
F.
Implikasi
Model Pedagogik dalam
Bahasa Asing
Perlu
dipahami bahwa pengajaran sastra adalah tentang kemampuan,
bukan pengetahuan. Pengajaran sastra bahasa
asing harus merespon sebanyak
pengajaran sastra dalam bahasa ibu.
Ada beberapa tingkatan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
a. Tingkat
Linguistik.
Tingkat ini tentu saja dapat dilihat dari segi leksikal atau sintaksis.
Tetapi, penting untuk kita sadari bahwa
ada model deskriptif linguistik yang dapat mengukur signifikansi dalam hal sastra.
Puisi Blake, atau Hemingway The Old Man and the Sea, adalah contoh dari teks bahasa
sederhana yang menimbulkan pengaruh
yang cukup besar dalam hal sastra.
b. Tingkat
Kebudayaan.
Karya
sastra yang berbeda akan dekat dengan harapan budaya dan sosial dari berbagai kelompok
peserta didik. Hal ini dapat
mempengaruhi siswa dalam hal mengapresiasi sastra.
Sebagai contoh, model-model sastra
abad kesembilan belas secara kultural
lebih dekat dengan pengalaman membaca
pembaca relatif sederhana dibandingkan banyak karya-karya
kontemporer.
c. Durasi
atau panjang karya sastra.
Durasi atau panjangnya sastra merupakan faktor pedagogik yang sangat penting. Kriteria tersebut dapat diterapkan, dilakukan modifikasi yang tepat, untuk setiap bahan bacaan.
d.
Peran Pedagogik.
Pedagogik yang dimaksud dalam hal ini adalah kaitannya
dengan sastra atau kehidupan yang
berhubungan dengan kesastraan.
e. Ketersediaan
Genre sastra.
Maksudnya di sini adalah karya sastra hendaknya disesuaikan dengan kapasitas pembaca, sehingga tidak dapat dibatasi pada cerita pendek dan puisi yang hanya didapat ketika
belajar di kelas saja. Bahan
bacaan jenis sastra lain hendaknya harus tersedia. Dengan kata
lain kecukupan bahan bacaan sastra harus terpenuhi, tidak hanya terbatas pada
puisi dan cerpen saja.
f. Karya
sastra yang dapat menuntut siswa, sehingga dapat memotovasi siswa
G. Kesimpulan
Perkembangan
kemampuan sastra yang
dijelaskan di atas mengisyaratkan bahwa kemampuan
membaca bahasa Inggris yang baik. Tetapi,
teks pengajaran sastra
dan strategi harus dipertimbangkan jauh lebih banyak daripada hanya pengetahuan bahasa. Selain itu,
kriteria pemilihan dan penggunaan teks-teks dalam pembelajaran sastra harus mengarah
pada pengenalan kebutuhan siswa.
Tanggapan otentik siswa terhadap tradisi sastra akan baik membantu
pengembangan silabus yang tepat,
melalui cobaan dan kesalahan, dan akan
dikembangkan melalui urutan dengan
hati-hati dinilai teks. Jika membaca harus dipandang
sebagai proses yang terintegrasi, pengajaran membaca harus
melakukan lebih dari sekedar latihan
membaca dalam bahasa target. Teks sastra, jika digunakan dalam kaitannya dengan pandangan serius memperluas kompetensi
sastra, akan memberikan
dasar sangat cocok dari mana aktivitas bahasa termotivasi
dapat berkembang. Dalam bab ini, tentu agak kental,
telah memungkinkan untuk hanya memberikan garis sederhana
dari pendekatan baru. Tapi ini
tampaknya menjadi arah perlu ditelusuri dalam pekerjaan lebih lanjut.
Referensi
Brumfit,
Christopher and Ronald Carter. 1991. Literature
and Language Teaching. New York. Oxford University Press.
Ismail, Taufiq.
(2013, Nopember). Mendidik Anak Bangsa
Cinta Membaca Buku dan Piawai Mengarang. Makalah disajikan pada Seminar
Nasional Respon Kebijakan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam
Kurikulum 2013, di Auditorium UNY.
Ismawati, Esti.
2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta:
Ombak.
Tarigan, Henry
Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Welek, Rene dan
Austin Arren. 2014. Teori Sastra.
Jakarta: Gramedia. (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Melani Budianta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar