Jumat, 14 November 2014

KETERAMPILAN MEMBACA DAN STUDI SASTRA DALAM BAHASA ASING



KETERAMPILAN MEMBACA DAN STUDI SASTRA
DALAM BAHASA ASING

Oleh
Fitra Youpika

A.    Pendahuluan
Keterampilan membaca merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Membaca adalah suatu kegiatan yang sangat penting dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan. Melalui membaca seseorang akan bertambah pengetahuannya. Dengan kata lain, melalui membaca seseorang akan banyak memeroleh informasi sesuai dengan apa yang dibacanya, termasuk juga membaca karya sastra.
Mengutip pendapatnya Taufiq Ismail, bahwa “tingkat kegemaran membaca di kalangan anak sekolah Indonesia saat ini sudah menurun, khususnya membaca karya sastra”. Siswa-siswa lebih senang nonton TV atau main game daripada membaca karya-karya sastra. Padahal hal itu merupakan suatu hal yang sangat penting. Taufiq Ismail mengatakan sekitar tahun 1995-an, saat pemerintahan kolonial jumlah bacaan sastra anak sekolah di Indonesia sudah sebanding atau setara dengan anak-anak sekolah di negara lain. Bahkan, mutu pembelajaran bahasa dan sastra Algemeen Metddelbare School (AMS) kita waktu itu setaraf dengan pembelajaran bahasa dan sastra di SMA yang ada di Eropa, Amerika, dan Jepang saat ini. Hal itu merupakan hal yang luar biasa (Ismail, 2013:2).
Dalam dunia kesastraan seorang guru yang akan menyampaikan materi kesastraan perlu memperhatikan kaitannya antara hubungan kemampuan membaca dalam bahasa asing dan pengajaran sastra. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting karena sudah tidak terlalu diperhatikan dalam pengajaran bahasa, sedangkan dalam praktiknya keduanya hubungan yang sangat erat. Selain itu, dapat mempertimbangkan pendekatan sastra pada prinsipnya dan menjadi kategori dasar yang mungkin bermanfaat untuk guru dalam rangka menghadapi kesulitan dalam pembelajaran sastra khususnya dalam kaitannya dengan sastra dalam bahasa asing.

B.     Keterampilan Membaca
Tarigan (2008:123) mengatakan pada hakikatnya kegiatan membaca terdiri dari dua aspek yaitu ada isi (content) dan bahasa (language). Keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Kemudian, keserasian diantara keduanya merupakan cerminan dan keindahan suatu bahan bacaan.
Kaitannya dengan kemampuan membaca, ada dua cakupan yang berbeda yaitu, membaca bahasa (asing) atau (foreign) language reading dan membaca sastra (literary reading).

a.       Membaca bahasa (asing) atau (foreign) language reading.
Membaca bahasa ini memiliki dua tujuan. Tujuan tersebut adalah pertama, untuk mengembangkan daya kata (increasing word power). Kedua, untuk mengembangkan kosa kata (developing vocabulary). Dimana setiap oroang pada umumnya memiliki dua jenis daya kata. Satu digunakan dalam keterampilan berbicara dan menulis. Kemudian, yang satunya lagi dipergunakan dalam keterampilan membaca dan menulis.

b.      Membaca sastra (literary reading)
Membaca sastra adalah membaca teks atau naskah-naskah yang berkaitan dengan teks atau karya-karya yang berhungan dengan kesastraan. Suatu karya sastra sangat berhubungan dengan keindahan (estetik). Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan isinya. Sehingga, dapat dikatakan suatu karya sastra itu indah apabila bentuk dan isinya sama-sama indah. Kemudian, terdapat keserasian dan keharmonisan dari keduanya.



C.    Studi Sastra dalam Bahasa Asing
Studi sastra terditi dari dua kata yaitu, studi dan sastra. Studi dapat diartikan sebagai kajian dan sastra merupakan suatu kegiatan kreatif atau sebuah karya seni. Sehingga, dapat dikatakan bahwa studi sastra itu merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan proses penelitian dan penelaahan terhadap suatu karya, dalam hal ini adalah karya sastra (Wellek dan Weren, 2014:3). 
Perlu diketahuai bahwa studi sastra berbeda dengan pendidikan atau pengajaran sastra. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa yang dikatakan suatu studi sastra adalah hal-hal yang berhubungan dengan  penelitian atau penelaahan terhadap karya sastra, sedangkan pendidikan atau pembelajaran sastra adalah lebih kepada proses apresiasi. Ismawati (2013:1) mengemukakan bahwa apresiasi dapat dimaknai sebagai kegiatan menggauli, menggeluti, memahami, dan menikmati suatu karya sastra. Secara spesifik tingkatan apresiasi tersebut adalah kegiatan menggemari, menikmati, mereaksi, dan mereproduksi karya sastra.

D.    Hubungan Kompetensi Sastra dengan Pedagogik
Harus jelas bahwa pengajaran sastra tidak bisa hanya melibatkan  keterampilan membaca biasa. Hal ini pembaca untuk menjadi pembaca yang kompeten dan terbiasa dengan sastra yang terkait dengan budaya tertentu. Penggunaan bahasa membutuhkan pengakuan dari kepadatan kiasan bahwa manusia mampu dan bahwa setiap eksploitasi bahasa. Jadi untuk pedagogi sastra menjadi, pengajaran harus mampu mengembangkan kesadaran sastra yang tersirat dalam kemampuan peserta didik untuk menggunakan bahasa dan peka untuk konvensi tradisi sastra. Untuk mencoba ini dalam bahasa asing adalah menuntut tugas dibuat lebih sulit dalam pengajaran sastra bahasa ibu.
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik di sekolah perlu memiliki seperangkat ilmu tentang bagaimana ia harus mendidik anak. Guru bukan hanya sekedar terampil dalam menyampaikan bahan ajar, namun disamping itu ia juga harus mampu
mengembangkan pribadi anak, mengembangkan watak anak, dan mengembangkan serta mempertajam hati nurani anak. Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dalam mendidik anak, apa yang menjadi tujuan mendidik anak. Dalam hal ini yang berkaitan dengan kesastraan.

E.     Hubungan Kompetensi Sastra dengan Membaca Tingkat Lanjut
Membaca sastra tingkat lanjut adalah pembacaan sastra yang memerlukan strategi membaca biasa. Membaca yang mengeksploitasi persepsi sastra akan memerlukan pendekatan pedagogik yang berbeda. Hal itu dikarenakan sastra bukanlah soal pemahaman dasar teks bahasa. Dalam hal ini adalah makna dari teks yang penting untuk pembaca yang baik, bukan kemampuannya untuk menerjemahkan atau memahami persis seperti yang ada dalm teks.

F.     Implikasi Model Pedagogik dalam Bahasa Asing
Perlu dipahami bahwa pengajaran sastra adalah tentang kemampuan, bukan pengetahuan. Pengajaran sastra bahasa asing harus merespon sebanyak pengajaran sastra dalam bahasa ibu. Ada beberapa tingkatan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
a.       Tingkat Linguistik.
Tingkat ini tentu saja dapat dilihat dari segi leksikal atau sintaksis. Tetapi, penting untuk kita sadari bahwa ada model deskriptif linguistik yang dapat mengukur signifikansi dalam hal sastra. Puisi Blake, atau Hemingway The Old Man and the Sea, adalah contoh dari teks bahasa sederhana yang menimbulkan pengaruh yang cukup besar dalam hal sastra.
b.      Tingkat Kebudayaan.
Karya sastra yang berbeda akan dekat dengan harapan budaya dan sosial dari berbagai kelompok peserta didik. Hal ini dapat mempengaruhi siswa dalam hal mengapresiasi sastra. Sebagai contoh, model-model sastra abad kesembilan belas secara kultural lebih dekat dengan pengalaman membaca pembaca relatif sederhana dibandingkan banyak karya-karya kontemporer.
c.       Durasi atau panjang karya sastra.
Durasi atau panjangnya sastra merupakan faktor pedagogik yang sangat penting. Kriteria tersebut dapat diterapkan, dilakukan modifikasi yang tepat, untuk setiap bahan bacaan.
d.      Peran Pedagogik.
Pedagogik yang dimaksud dalam hal ini adalah kaitannya dengan sastra atau kehidupan yang berhubungan dengan kesastraan.
e.       Ketersediaan Genre sastra.
Maksudnya di sini adalah karya sastra hendaknya disesuaikan dengan kapasitas pembaca, sehingga tidak dapat dibatasi pada cerita pendek dan puisi yang hanya didapat ketika belajar di kelas saja. Bahan bacaan jenis sastra lain hendaknya harus tersedia. Dengan kata lain kecukupan bahan bacaan sastra harus terpenuhi, tidak hanya terbatas pada puisi dan cerpen saja.
f.       Karya sastra yang dapat menuntut siswa, sehingga dapat memotovasi siswa


G.    Kesimpulan
Perkembangan kemampuan sastra yang dijelaskan di atas mengisyaratkan bahwa kemampuan membaca bahasa Inggris yang baik. Tetapi, teks pengajaran sastra dan strategi harus dipertimbangkan jauh lebih banyak daripada hanya pengetahuan bahasa. Selain itu, kriteria pemilihan dan penggunaan teks-teks dalam pembelajaran sastra harus mengarah pada pengenalan kebutuhan siswa. Tanggapan otentik siswa terhadap tradisi sastra akan baik membantu pengembangan silabus yang tepat, melalui cobaan dan kesalahan, dan akan dikembangkan melalui urutan dengan hati-hati dinilai teks. Jika membaca harus dipandang sebagai proses yang terintegrasi, pengajaran membaca harus melakukan lebih dari sekedar latihan membaca dalam bahasa target. Teks sastra, jika digunakan dalam kaitannya dengan pandangan serius memperluas kompetensi sastra, akan memberikan dasar sangat cocok dari mana aktivitas bahasa termotivasi dapat berkembang. Dalam bab ini, tentu agak kental, telah memungkinkan untuk hanya memberikan garis sederhana dari pendekatan baru. Tapi ini tampaknya menjadi arah perlu ditelusuri dalam pekerjaan lebih lanjut.


Referensi
Brumfit, Christopher and Ronald Carter. 1991. Literature and Language Teaching. New York. Oxford University Press.

Ismail, Taufiq. (2013, Nopember). Mendidik Anak Bangsa Cinta Membaca Buku dan Piawai Mengarang. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Respon Kebijakan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Kurikulum 2013, di Auditorium UNY.

Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Welek, Rene dan Austin Arren. 2014. Teori Sastra. Jakarta: Gramedia. (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Melani Budianta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar