Kamis, 13 November 2014

Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui Cerita Rakyat



 Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui Cerita Rakyat

Oleh 
Fitra Youpika


Dalam kesempatan ini saya akan mengemukakan tentang “Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui Cerita Rakyat”.
Karakter dalam konteks ini diartikan sebagai ciri khas atau keperibadian yang dimiliki oleh seseorang yang berupa watak, tabiat, akhlak, perilaku, personalitas, atau budi pekerti yang membedakan antara orang satu dengan orang lain. Karakter diaplikasikan dalam bentuk nilai-nilai kebaikan, tindakan atau perbuatan untuk hidup dan bekerja sama dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Sehingga, pendidikan karakter dalam hal ini dimaknai sebagai proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya, yang berkarakter dalam demensi hati, pikir, raga, rasa, dan karsa (Wiyani, 2013:27-28).  
Kaitannya dengan satuan pendidikan, pendidikan karakter secara formal meliputi proses pembelajaran di kelas, kegiatan sehari-hari di sekolah, dan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Namun, dalam satuan pendidikan formal perlu juga dukungan dari kegiatan sehari-hari di rumah yang sering disebut kultur keluarga dan di lingkungan masyarakat yang sering disebut dengan istilah kultur masyarakat (Zuchdi dkk, 2013:25).
Sehubungan dengan dunia pendidikan, baru-baru ini masih banyak ditemukan kasus pelajar yang menunjukkan masih kurangnya karakter baik yang dimiliki oleh siswa. Sebagai contoh, masih banyaknya terjadinya penyalahgunaan media elektonik seperti internet, menonton film-film yang belum sesuai untuk anak seusia mereka, bermain game yang berlebihan, dan lain sebagainya. Kemudian, berdasarkan hasil pengembangan kultur sekolah tahun 2010 yang dikutip dalam Zuchdi dkk (2013:112-114) yaitu, perilaku murid yang ditemukan menunjukkan masih kurangnya karakter baik yang ada pada murid mengenai kedisiplinan, kejujuran, persaudaraan, dan ketaatan beribadah.
Dilihat dari segi kedisiplinan masih banyak anak yang tidak mengerjakan tugas rumah atau PR yang ditugaskan oleh gurunya. Kemudian, dilihat dari kejujuran, masih banyak ditemukan siswa yang meminjam atau mengambil barang milik temanya, curang dalam permainan, dan tidak mengakui kesalahan yang dilakukan. Selanjutnya, dari rasa persaudaraan masih banyak ditemukan siswa yang bertengkar baik di dalam kelas ataupun di luar kelas. Terakhir, mengenai ketataatan beribadah. Ketaatan beribadah dalam hal ini adalah kesediaan anak untuk saling hormat-menghormati baik yang seagama maupun yang berbeda agama.
Berdasarkan fenomena yang ada seperti yang dijelaskan di atas, ada dua karakter utama yang manjadi dasar dan harus diajarkan di sekolah yaitu, sikap hormat (respect) dan tanggung jawab (responsibility). Setelah dua nilai karakter tersebut baru nilai-nilai lain yang menjadi pendukung. Nilai-nilai pendukung tersebut yaitu, kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri, tolong menolong, peduli sesama, kerja sama, keberanian, dan sikap demokratis (Lickona, 2013:74). Karakter-karakter tersebut hendaknya ditanamkan sejak dini, mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi. Dalam praktiknya dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya dalam pembelajaran di sekolah yang berkaitan dengan hal itu, salah satunya bisa melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia bisa dilakukan dengan mengoptimalkan proses pembelajaran sastra. Hal ini sejalan dengan makna sastra itu sendiri yaitu, sastra itu indah dan sekaligus sebagai media atau alat untuk mendidik. Sastra tidak sekadar menjadi sesuatu yang mampu memberikan keindahan atau hiburan, tetapi juga dapat memberi manfaat.
Pendidikan karakter merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran. Dengan kata lain, bahwa pendidikan karakter dengan proses pembelajaran merupakan dua hal yang memiliki kaitan yang erat. Artinya, pembentukan karater dapat dilakukan melalui proses pembelajaran (Abidin, 2013:57). Dalam suatu proses pembelajaran terdapat materi pembelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Materi pembelajaran yang akan diajarkan kepada siswa tersebut tentunya sudah disesuaikan dengan mata pelajaran, kurikulum, dan jenjang pendidikan siswa yang akan diajar. Materi pembelajaran tersebut terlebih dahulu sudah direncanakan sebelum pelaksanaan proses pembelajaran.
Suatu materi pada setiap mata pelajaran dapat dituangkan ke dalam bahan ajar. Begitu juga pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.  Bahan ajar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia banyak memuat nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai sarana penyampaian nilai-nilai pendidikan karakter. Bahan ajar yang dimaksud adalah bahan ajar yang berupa karya sastra.
Abidin (2013:57) mengemukakan bahwa bahan ajar yang berupa sastra adalah bahan ajar yang paling tepat digunakan sebagai saluran pendidikan karakter. Ia berpendapat bahwa karya sastra memiliki nilai-nilai yang dapat digunakan untuk membentuk budi pekerti siswa. Melalui karya sastra, siswa dapat menemukan karakter-karakter yang baik untuk diteladani dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut seperti, kejujuran, kebaikan, persahabatan, persaudaraan, kekeluargaan, keikhlasan, ketulusan, kebersamaan, dan nilai-nilai karakter lainnya.
Selain dapat dijadikan sebagai saluran dalam pendidikan karakter, melalui sastra juga dapat memberikan rasa kenikmatan dan keindahan kepada anak didik dan kepada penikmat sastra pada umumnya. Hal ini sejalan dengan fungsi utama karya sastra yang dijelaskan oleh Wellek & Warren (2014:23) yang menyatakan bahwa sastra berfungsi sebagai penghibur sekaligus mengajarkan sesuatu. Mengajarkan sesuatu dalam hal ini adalah mendidik. Selanjutnya, menurut Haryadi (2011:3-4), sastra memiliki fungsi indah dan bermanfaat. Indah karena sastra disusun dalam bentuk yang apik dan menarik sehingga membuat orang senang membaca, mendengar, melihat, dan menikmatinya. Bermanfaat karena di dalam karya sastra terdapat nilai-nilai  pendidikan moral yang berguna untuk menanamkan pendidikan karakter.
Menurut Wibowo (2013:129) dengan mengapresiasi karya sastra seperti, cerpen, novel, cerita rakyat, dan puisi dapat membentuk karakter baik pada siswa. Salah satu dari karya sastra yang disebutkan Wibowo tersebut adalah cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan bentuk sastra lisan yang mengandung nilai-nilai kebaikan. Sehingga, tidak ada salahnya kalau cerita rakyat dijadikan sebagai salah satu materi dalam proses pendidikan karakter.
Banyak genre sastra yang dapat dijadikan sebagai materi ajar dalam membangan karakter siswa, salah satunya dalalah cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan bentuk sastra lisan. Sastra lisan yang berupa cerita rakyat merupakan salah satu cerminan suatu masyarakatnya. Hal ini karena sastra memiliki peranan yang sangat penting dan sekaligus merupakan kebudayaan daerah. Majunya kebudayaan nasional tentunya sangat berkaitan dengan kebudayaan daerahnya, termasuk di dalamnya adalah sastra lisan (cerita rakyat). Oleh karena itu, sangat penting kiranya usaha pelestarian dan pengembangan sastra lisan dalam hal ini cerita rakyat perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. Hal ini yang perlu ditanamkan kepada siswa yang saat ini sudah mulai meninggalkna kebudayaannya sendiri khusnya tentang cerita rakyat. Cerita rakyat sudah mulai ditinggalkan seiring kemajuan zaman, yang menuntuk keadaan yang serba canggih dan praktis.
Salah satu wujud pelestarian dan pengembangan sastra lisan khususnya cerita rakyat adalah dengan menjadikannya sebagai materi dalam pembelajaran sastra di sekolah. Namun, yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah menyesuaikan materi cerita rakyat tersebut dengan kurikulum pembelajaran yang ada. Bentuk penyesuaian tersebut adalah dengan melihat kerelevansian cerita dengan materi yang ada pada sastra yang lingkupnya berada pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Dengan kata lain, bahwa cerita rakyat tersebut tidak bisa serta-merta langsung dijadikan sebagai materi pembelajaran, melainkan perlu dilihat apakah cerita rakyat tersebut relevan atau tidak berdasarkan kurikulum pembelajaran yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hal di atas, sangat penting cerita rakyat dimanfaatkan atau dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran sastra, yang lingkupnya berada pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan tujuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter yang terkandung dalamnya kepada siswa dan sebagai perwujudan kecintaan dan pelestarian terhadap kebudayaaan asli nusantara.



DAFTAR PUSTAKA


Abidin, Yunus. (2013). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT Refika Aditama.

Haryadi. (2011). Peran Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Makalah. Diambil pada tanggal 24 Agustus 2014 dari www.staff.uny.ac.id.
                                                                                                           
Lickona, Thomas. (2013). Education for Character: Mendidik untuk Membentuk Karakter (Terjemahan Juma Abdu Wamaungo).  Jakarta: Bumi Aksara. (Buku asli diterbitkan tahun 1991).

Welek, Rene dan Austin Arren. 2014. Theory of Literature: Teori Sastra. (Terjemahan Melani Budianta) Jakarta: Gramedia. (Buku asli terbit tahun 1977).

Wibowo, Agus. (2013). Pendidikan Karakter Berbasis Satra: Internalisasi Nilai-nilai Karakter Melalui Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Wiyani, Novan Ardy. (20013). Membumikan Pendidikan Karakter di SD: Konsep, dan Strategi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Zuchdi dkk. (2013). Model Pendidikan Karakter: Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pengembangan Kultur Sekolah. Yogyakarta: CV. Multi Presindo MP.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar